A. Definisi Wakaf
Kata wakaf merupakan istilah yang menjadi bagian dalam ajaran Islam. Karena itu membincangkan ajaran wakaf tidak mungkin melepaskannya dari ajaran Islam khususnya hukum Islam dan lebih khusus lebih lagi fikih. Kata wakaf yang menjadi serapan dari kata waqaf adalah kata jadian atau ism al maṣdar dari kata kerja waqafayaqifu yang bermakna menghentikan, berhenti atau berdiri.
Sedangkan ilmu fikih menjelaskan bahwa kata wakaf semakna dengan kata Ḥabs yang berarti menahan. Kata Ḥabs yang semakna dengan kata wakaf lebih sering digunakan oleh kalangan para ulama Mazhab Maliki. Kata ḥabs digunakan di kalangan mereka karena itu yang menjadi inti dari ajaran wakaf yaitu menahan suatu benda untuk diambil manfaatnya sesuai dengan ajaran Islam. Dalam makna yang berbeda Ḥabs diposisikan sebagai wakaf karena inti dari ajaran wakaf adalah menghentikan perpindahan kepemilikan suatu benda yang bernilai dan bermanfaat dalam rangka mencari kerelaan Allah.
Sehingga dapat dipahami manakala ulama modern seperti Sayyid Sābiq, misalnya, mendefisikan wakaf sebagai menahan harta dalam rangka mengambil manfaatnya untuk tujuan di jalan Allah. Dalam bahasa Arab kata wakaf bisa bermakna sebagai benda atau objek yang diwakafkan yang dalam Bahasa fikih diistilah dengan mauqūf. Sementara di Indonesia istilah wakaf dimaknai sebagai objek wakaf juga sebagai lembaga wakaf.
Di Indonesia tradisi wakaf lebih banyak dipengaruhi oleh perspektif Mazhab Syafi’i. Itu tampak dari sulitnya temuan fikih baru terkait wakaf yang diijtihadi para ulama disini untuk dipraktikkan masyarakat Muslim. Lebih dari itu aura Mazhab Syafi’i itu pun dapat dilacak dari perkembangan pemikiran hukum wakaf. Definisi di sini mengalami perkembangan sebagaimana tercakup dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Pasal 1 ayat (1); Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam serta Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 154 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden tentang Pelaksaaan Inspres No. 1 Tahun 1991, Tanggal 10 Juni Buku Bab I Pasal 215 (1), hingga UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang mendefinisikan wakaf sebagai:
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariat..
Definisi wakaf dalam undang-undang di atas merepresentasikan semangat baru dalam wakaf yang mengakomodir pendapat lintas mazhab, antara lain dengan dimasukkannya wakaf temporer dan berjangka, hingga harta benda wakaf yang mencakup benda bergerak dan tidak bergerak. Jadi, wakaf tidak lagi identik dengan wakaf tanah yang juga dipengaruhi oleh adanya keterbatasan kepemilikan tanah. Memperhatikan beberapa definisi sebelumnya, wakaf dapat didefinisikan sebagai menjadikan suatu properti atau sumber kekayaan untuk tidak dapat dicabut kembali berdasarkan ikrar wakaf dan menyumbangkan hasilnya untuk para penerima manfaat untuk kepentingan ibadah dan muamalah duniawiyah.
B. Hikmah Wakaf
- Sarana mendekatkan diri kepada Allah. Seluruh kegiatan dalam ajaran Islam diniatkan sebagai ibadah kepada Allah. Disebut sebagai ibadah karena semua kegiatan yang ditujukan kepada Allah dalam rangka pengabdian kepada-Nya. Menunaikan ibadah dengan cara melakukan wakaf diniatkan sebagai sarana lebih dekat kepada-Nya.
- Salah satu sarana kebaikan dan mengembangkan keberlanjutan kebaikan (sedekah jariah). Islam mengajarkan bahwa ketika seseorang melakukan kebaikan maka kebaikan itu untuk dirinya. Menunaikan wakaf bermakna melakukan suatu kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain secara berkelanjutan.
- Mewujudkan manfaat ritual, sosial dan intelektual berupa pembangunan masjid, panti asuhan, santunan kemiskinan pada umumnya dan pendirian sekolah bahkan perguruan tinggi yang seluruhnya didanai oleh hasil atau manfaat dari inovasi kebaikan wakaf;
- Membantu dan memudahkan umat untuk mendapatkan hak-hak dasar mereka seperti hak atas sandang dan pangan, hak atas kesehatan, hak atas atas kebendaan, hak atas keberlanjutan generasi dan hak atas pelayanan beribadah.
Sumber : FIKIH WAKAF KONTEMPORER (Materi Musyawarah Nasional XXXII Tarjih Muhammadiyah 2024)