Sebagaimana diuraikan dalam bahasan sebelumnya, perbedaan wakaf, zakat infak, sedekah dan hibah dapat dicermati dalam beberapa aspek yang berkaitan dengan hukum, jenis, mustahik (yang berhak menerima), waktu dan pengelolaannya. Berikut perbedaan dan persamaan tersebut dengan pengkhususan wakaf dan hibah karena menimbang beberapa kasus yang menimbukan kesalahpahaman di masyarakat.
- Aspek Hukum
Sedekah dan infaq menunjuk pada segala aktifitas kebaikan (amal saleh) yang berdampak pada orang lain. Hanya saja sedekah lebih umum manifestasinya dibanding infaq yang bentuknya lebih khusus secara materil. Sedekah dan infak ada yang bersifat wajib karena dzat-nya dalam bentuk zakat dan ada juga yang wajib karena sebab sumpah (nazar). Selain dari kedua jenis tersebut (zakat dan sebab nazar), sedekah maupun infak merupakan amal yang sangat dianjurkan.
Dengan demikian, sebagai bagian dari jenis kebaikan yang berdampak bagi orang lain, Wakaf berbeda dengan Zakat yang merupakan kewajiban bagi muslim yang memiliki harta dengan nishab dan masa tertentu (haul). Wakaf pada dasarnya merupakan jenis sedakah atau infaq yang bersifat anjuran, kecuali yang disebabkan oleh nazar seseorang maka akan berubah hukumnya menjadi wajib akibat dari nazarnya itu.
2. Aspek Jenis atau Bentuk.
Sifat keumuman sedekah juga terletak pada jenis kebaikan yang dilakukan. Kata sedekah sendiri berasal dari akar kata shadaqa yang berarti benar dan jujur lawan dari dusta. Sehingga setiap kebaikan yang dilakukan dengan tulus dan sesuai keadaan atau kemampuan si pelaku dapat dikategorikan sebagai sedekah.
Misalnya seseorang yang tersenyum dengan tulus dan selaras dengan suasana hatinya agar membuat orang lain merasa nyaman, maka senyuman tersebut dapat dianggap sebagai sedekah. Demikian juga dalam bentuk materi misalnya dengan dasar keikhlasan orang kaya lebih besar nominal pemberiannya dibanding orang miskin, maka pemberian atau amalnya itu, baik dari si kaya maupun miskin disebut sedekah karena tulus dan jujur pada dirinya untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
Dengan demikian wujud dari sedekah dapat berbentuk materil maupun immateril karena cakupannya atas setiap kebaikan yang dilakukan dengan tulus dan kesesuaian dengan kemampuan. Berbeda dengan infak, zakat dan wakaf yang wujud amal salehnya/kebaikan dalam bentuk materi atau harta yang terukur nilai materialnya.
Namun demikian infak, zakat dan wakaf baru dapat dikategorikan sedekah jika dilakukan dengan tulus dan jujur dalam arti dilakukan secara optimal sesuai dengan kemampuan. Jika sebaliknya, memberi tanpa keikhlasan dan semaunya maka pemberian tersebut dapat dikatakan hanya memenuhi unsur formalnya sebagai anjuran kebaikan, namun tidak mencapai nilai spiritualitas dari sedekah sebagai amal kebaikan yang tulus dan optimal.
Seperti yang telah diuraikan pada bahasan sebelumnya, esensi dan nilai wakaf ada pada keberlangsungan manfaat yang diberikan atau diterima oleh yang berhak. Kemanfaatan tersebut jelas dan terukur baik berupa benda maupun jasa. Adapun zakat wujud atau jenis barang telah ditetapkan secara kategoris, misalnya hewan tertentu atau tumbuhan dan penghasilan tertentu yang wajib dizakati dengan volume tertentu. Sedangkan wujud objek infak adalah harta yang bersifat materil dengan jenis, volume atau kuantitas yang fleksibel.
3. Aspek Mustahik.
Istilah mustahik sesungguhnya dikenal dalam konteks zakat. Dalam ketentuan syariat, bahwa mustahik zakat sudah ditentukan klasifikasinya pada delapan aṣnāf/golongan. Sementara dalam konteks wakaf, dikenal dengan penerima manfaat wakaf. Penerima manfaat wakaf, tergantung akad yang menjadi pengikatnya yang dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu umum dan khusus. Wakaf yang bersifat umum dapat dinikmati oleh siapapun, misalnya akadnya adalah wakaf masjid, maka semua orang dapat merasakan manfaat masjid tersebut tanpa kecuali. Namun jika akadnya adalah wakaf panti asuhan atau panti jompo, maka yang mendapatkan manfaat dari wakaf tersebut hanya orang yang memenuhi kriteria dari akad wakaf tersebut. Demikian juga sedekah dan infak yang sifatnya sunnah, tergantung niat pelaku dan bentuk pemberian.
4. Aspek Waktu
Wakaf, sedekah dan infak sunnah tidak terikat dan dibatasi waktu dalam pengertian dapat dilakukan kapan saja di saat yang memungkinkan dan tepat dengan pertimbangan akan pendayagunaannya. dapat secara terbuka terangterangan bahkan diumumkan maupun dilakukan secara tertutup atau rahasia. Sedangkan zakat pelaksanaanya terikat oleh waktu, baik dari tempo (ḥaul) maupun saat perolehannya (panen) dan dilakukan dengan terang dan jelas kepada amil, seperti penyelerasan akad yang sesuai dengan jenis zakat dan perhitungannya.
5. Aspek Pengelolaan
Khusus untuk zakat dan wakaf mutlak diperlukan pengelolaan dan sumber daya manusia yang baik dan mumpuni. Hal itu berkaitan dengan prinsip pendayagunaan dan keberlangsungan manfaat dari objek hartanya. Oleh karena itu dalam zakat dan wakaf diperlukan amil atau Nazir yang amanah dan professional. Demikian juga untuk infak dan sedekah bersekala besar dan berkesinambungan diperlukan manajer sbagaimana dalam zakat dan wakaf. Hanya saja untuk infak dan sedekah bersekala kecil dan incidental dapat dilakukan langsung oleh pelaku kepada orang yang berhak atau diperuntukan untuk pengadaan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain dan masyarakat pada umumnya.
6. Wakaf dan Hibah
Terdapat kesalahpahaman di masyarakat yang menyamakan wakaf dengan hibah sehingga tidak jarang menimbulkan permasalahan hukum yang berkepanjangan. Padahal di samping ada persamaan, perbedaan di antara keduanya cukup jelas. Adapun beberapa persamaan dan perbedaan antara wakaf dan hibah antara lain sebagai berikut:
- Persamaan adanya subjek hanya beda dalam istilah bagi pemberinya. Dalam wakaf orang yang memberikan hartanya disebut Wakif, sedangkan pada hibah disebut Wāhib. Barang yang diberikan pada wakaf disebut mauqūf bihi, dan peruntukan wakaf kepada orang yang menerima amanat (Nazir) disebut mauqūf ‘alahi. Sedangkan barang yang menjadi objek hibah disebut mauhūb bih.
- Ditinjau dari segi berlakunya, apabila seseorang yang berwakaf telah menyatakan (iqrār) dengan tegas atau berbuat sesuatu yang menunjukkan kepada adanya kehendak untuk mewakafkan hartanya atau mengucapkan kata-kata, maka telah terjadi wakaf itu tanpa diperlukan adanya pernyataan penerimaan (qabūl) dari pihak lain. Sedangkan Hibah, selain adanya pernyataan dan perbuatan yang tegas dari wahib untuk menyerahkan barangnya (ijāb) perlu ada pula penerimaan dari penerima harta yang dihibahkan (qabūl).
- Benda wakaf (mauqūf bih) adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam, sedangkan benda atau harta hibah dapat berupa barang apa saja, baik yang hanya sekali pakai maupun tahan lama. Persamaan lainnya tidak diperbolehkan mewakafkan ataupun menghibahkan barang yang terlarang untuk diperjual belikan, seperti barang tanggungan atau yang dijaminkan, barang haram dan yang sejenisnya.
- Penerima Amanah wakaf (Nazir) hanya boleh diberikan kepada sekelompok orang yang mampu memberdayakan manfaat mauqūf bih untuk kepentingan orang banyak, sedangkan hibah dapat diberikan kepada perorangan ataupun kelompok baik untuk kepentingan orang banyak maupun kepentingan individu.
- Barang wakaf (mauqūf bih) tidak dapat menjadi hak milik seseorang, sebaliknya barang yang dihibahkan dapat menjadi hak milik seseorang

Sumber :
FIKIH WAKAF KONTEMPORER (Materi Musyawarah Nasional XXXII Tarjih Muhammadiyah 2024)