Secara khusus praktik wakaf di masa pra Islam sejatinya telah dipraktikkan dengan term yang berbeda yakni “al-ḥabs” yakni “penahanan”. Praktik al-ḥabs pada era ini dilakukan para kaum Jahiliyyah untuk tujuan kebanggaan dan kemegahan atau sebagai tanda kekayaan atau status sosial. Sebagai contoh seseorang mungkin menahan hewan, tanah atau properti lainnya dari penggunaan biasa sebagai tanda kekayaan mereka dan untuk menunjukkan kemurahan hati orang kaya kepada masyarakat secara umum.
Sebaliknya, dalam masyarakat Islam, konsep al-ḥabs memiliki tujuan yang sangat berbeda. Ḥabs dalam Islam biasanya dilakukan sebagai tindakan ibadah mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini bisa melibatkan penahanan harta untuk tujuan amal, seperti mendukung yang miskin atau membiayai proyek-proyek kebaikan umum seperti pembangunan masjid ataupun sekolah.
Namun begitu ada tindakan transaksi kekayaan di masa lalu yang menyerupai wakaf. Misalnya orang-orang Irak kuno, hak ini dikenal sebagai hak guna atau hak manfaat. Pegawai yang diberikan hak ini diperbolehkan untuk memanfaatkan tanah tersebut dalam berbagai cara yang legal, seperti untuk bertani, membangun fasilitas, atau menggunakan sumber daya yang ada di tanah itu.
Namun, meskipun pegawai tersebut diberikan hak untuk memanfaatkan tanah, mereka tidak diberikan hak milik atas tanah tersebut. Artinya, tanah itu tetap menjadi milik raja dan pegawai tersebut tidak dapat menjual atau mengalihkan tanah itu kepada orang lain. Hak mereka terbatas pada penggunaan tanah saja, bukan kepemilikan.
Hal ini mirip dengan konsep hak guna bangunan atau hak pakai dalam hukum properti modern, di mana seseorang bisa memiliki bangunan atau menggunakan tanah tanpa harus menjadi pemilik tanah itu sendiri. Hak ini biasanya diberikan untuk jangka waktu tertentu dan tidak dapat diperjualbelikan seperti hak milik. Dengan kata lain terma wakaf sebagaimana yang dipahami dalam syariat Islam pertama kali dikenal di masa Rasulullah pada tahun kedua hijriyah.
Dikatakan bahwa perbuatan wakaf pertama kali dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. dengan mewakafkan sebidang tanah untuk keperluan muslimin, sebagaimana disampaikan oleh Ibnu Daqīq al-‘Īd. Nabi saw. mewakafkan sebidang tanah untuk pembangunan masjid. Pada tahun ke tiga hijriyah beliau juga mewakafkan tujuh kebun kurma di Madinah, di antaranya kebun A’raf, Shafiyah, Dalal, dan Barqah. Praktik wakaf juga jamak dilakukan oleh para sahabat.
Ketika turun QS Ali Imran ayat 92: “Lan tanālul birra ḥattā tunfiqū mimmā tuḥibbūn…” (kamu belum mencapai kebajikan sehingga kamu menginfakkan sesuatu yang kamu cintai…), Wahbah Zuḥailī menyebutkan bahwa para sahabat mengamalkan ayat tersebut dengan cara bersedekah. Mewakafkan harta menjadi bagian dari amalan tersebut.
Perbuatan wakaf oleh para sahabat contohnya yang dilakukan oleh ‘Umar bin Khaṭṭab yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar, bahwa ketika ‘Umar memperoleh tanah di Khaibar, beliau mendatangi Nabi saw. untuk minta penjelasan terkait dengan tanah tersebut. ‘Umar bertanya: “wahai Rasulullah sesungguhnya aku telah memperoleh tanah di Khaibar, aku belum pernah memperoleh harta yang sangat berharga selain ini, apa yang engkau perintahkan kepadaku terkait harta itu?”. Rasulullah saw. bersabda: “Sekiranya engkau berkehendak, engkau tahan pokoknya, dan engkau bersedekah darinya”. Kemudian ‘Umar bersedekah dari (hasil) tanah itu, dan harta tanah itu tidak dijual pokoknya, tidak diwariskan, tidak dihibahkan. Beliau mensedekahkan kepeda fakir, kerabat, budak, jalan Allah, ibnu sabil, dan tamu, serta tidak masalah bagi pengelola untuk memakan (sebagian) dengan cara yang benar, atau memberikan kepada sahabatnya.
Tak hanya ‘Umar saja dikalangan sahabat yang mewakafkan hartanya yang paling berharga. Abu Ṭalḥah juga mewakafkan harta yang paling disenanginya, yakni kebun Bairuha. Sebuah kebun kurma yang letaknya berhadapan dengan masjid di mana Nabi saw. sering berkunjung untuk menikmati kurma dan air dari mata air di sana yang nikmat rasanya. Tak mengherankan jika itu menjadi harta paling berharga bagi Abu Ṭalḥah .
Tatkala ayat 92 surah Ali Imran turun, beliau bertanya kepada Nabi saw.; “Wahai Rasulullah, sesungguhnya harta yang paling kusenangi adalah (kebun) Bairuha. Saya berniat menyedekahkan kebun tersebut semata-mata karena Allah Ta’āla. Aku mengharapkan kebajikan (dengan sedekah tersebut) dan pahala yang disediakan Allah. Tentukanlah wahai Rasulullah bagaimana sebaiknya menurut petunjuk yang diberikan Allah kepada engkau, Rasulullah saw. menanggapi: “Wah, wah alangkah baiknya, “żālika mālun rabih” (demikianlah menjadikan harta harta itu mendatangkan cara keuntungan).
Di kisah yang lain, diriwayatkan oleh an-Nasā’i dan at-Turmudzī, bahwa Rasulullah saw. pernah datang ke Madinah ketika di sana tidak terdapat air tawar kecuali di sumur rumah. Rasulullah saw. bersabda: “Siapakah yang mau membeli sumur rumah itu lalu ia memasukan timbanya ke dalam sumur itu bersama-sama timba-timba kaum Muslimin lainnya yang dia akan mendapatkan sesuatu yang lebih baik daripada sumur itu kelak di surga.” Ustman bin Affan kemudian membeli sumur tersebut dari hartanya, kemudian mewakafkannya dengan menyerahkan sumur tersebut kepada penduduk di Madinah untuk dimanfaatkan bagi kepentingan umum. Uṡman pun tetap memanfaatkan airnya untuk kepentingan sehari-hari.
Muḥammad al-Kabisī mengutib riwayat bahwa Zubair bin Awwam juga melakukan wakaf dengan mensedekahkan rumahnya untuk pelayanan anak perempuan. ‘Alī bin Abi Ṭalib juga ikut melaksanakan wakaf dengan menyerahkan tanahnya yang subur. Mu’aż bin Jabal mewakafkan rumahnya yang populer dengan sebutan Dār al-Anṣar. Di hadis yang lain juga dikabarkan bahwa Bani Najjār di masa Nabi saw. pernah bersama-sama membangun sebuah masjid yang kemudian diserahkan untuk kepentingan umum.
Praktik wakaf pun banyak dilakukan oleh sahabat yang lain seperti ‘Abdullāh bin ‘Umar dan ‘Ᾱisyah r.a.. Pelaksanaan wakaf pada masa Rasulullah saw. dan sahabat terus dilanjutkan di masa-masa selanjutnya dengan berbagai perkembangan dan dinamika dalam pengelolaannya.
Sumber :
FIKIH WAKAF KONTEMPORER (Materi Musyawarah Nasional XXXII Tarjih Muhammadiyah 2024)